Tuesday, April 30, 2013

Jejaring Sosial Baru = Register Baru





Perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan mensyaratkan dan memutlakkan adanya kegiatan penelitian agar ilmu pengetahuan itu dapat hidup. Penelitian adalah investigasi yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis dari suatu proposisi hipotesis mengenai hubungan tertentu antarfenomena (Kerlinger, 1978: 17-18). Semua disiplin ilmu membutuhkan penelitian untuk untuk pengembangan ilmunya. Sebuah penelitian tidak selalu identik dengan laboratorium, penelitian bahasa misalnya. Dari pengertian Kerlinger di atas, dapat dirumuskan pengertian penelitian bahasa, yaitu investigasi yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis dari suatu proposisi hipotesis mengenai hubungan tertentu antarfenomena bahasa.

Lalu, apakah yang menjadi subjek dan objek penelitian bahasa? Menurut Wikipedia subjek penelitian adalah adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai sampel dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian bahasa tentunya yang dimaksud subjek penelitian di sini adalah manusia dan bahasa itu sendiri. Hal ini senada dengan pernyataan Alwasilah (2003:68) yang mengatakan bahwa fokus penelitian linguistik/bahasa mencakup dua ranah yaitu ranah bahasa dan manusia. Fokus dalam ranah bahasa yaitu pada peristiwa berbahasa (bentuk bahasa dan konteksnya), sedangkan fokus ranah manusia yaitu pada manusia baik secara individu maupun kolektif. 

Menurut Bakker dan Zubair (1990: 11) mengatakan bahwa penelitian memiliki peran yang penting, yaitu mengembangan ilmu pengetahuan. Jadi peran penelitian bahasa adalah mengembangkan ilmu pengetahuan bahasa. Penelitian ini bersifat inventif, yakni terus-menerus memperbaharui lagi kesimpulan dan teori yang telah diterima berdasarkan fakta-fakta dan kesimpulan yang telah ditemukan. Tanpa penelitian, ilmu pengetahuan bahasa akan mandeg, bahkan akan surut ke belakang. 

Bahasa bersifat dinamis. Oleh karena itu banyak sekali fenomena-fenomena baru yang muncul, baik itu fenomena tulis maupun lisan. Apalagi di era di mana alat berkomunikasi sudah sangat canggih seperti sekarang ini. Tentunya banyak fenomena baru yang bermunculan yang tentunya menarik untuk diteliti. Seperti percakapan di jejaring sosial, percakapan sekelompok anak muda yang banyak dipengaruhi oleh percakakapan di alat komunikasi, fenomena bahasa di tempat ‘nongkrong’ anak muda, dan lain sebagainya. Diantara fenomena-fenomena tersebut bahasa percakapan pada jejaring sosial menarik untuk diteliti, lebih spesifik lagi adalah register di jejaring sosial.
                        Situs jejaring sosial sekarang ini bisa dikatakan menjadi media komunikasi utama anak muda. Oleh karena itu, banyak sekali situs-situs dan aplikasi yang bermunculan pula. Situs dapat ditemukan di internet, sedangkan aplikasi terdapat pada handphone mereka. Seiring dengan bertambahnya situs dan aplikasi tersebut muncul pula register yang digunakan. Register adalah istilah yang digunakan pada konteks komunikasi tertentu dalam suatu komunitas tertentu, dan memiliki tujuan tertentu (Biber, 1995: 1). Contohnya: chat, DP, PP, BBM, timeline, mention, dsb. Penelitian register di jejaring sosial ini dapat dibuat rumusan sebagai berikut: apakah persamaan dan perbedaan karakteristik register pada tiap-tiap jejaring sosial?
            Untuk penelitian seperti tersebut di atas merupakan penelitian deskriptif kualitatif, karena peneliti akan mendeskripsikan persamaan dan perbedaan karakteristik register pada tiap-tiap jejaring sosial secara verbal. Sedangkan teknik penelitian ini adalah teknik observasi karena peneliti mengambil data dengan cara melihat masing-masing jejaring sosial dengan instrumen berupa cek list register pada tiap-tiap jejaring sosial. Selanjutnya peneliti menganalisis register yang sudah didapat dengan mengkatagorikannya.
            Fenomena mengenai register jejaring sosial menjadi menarik untuk diteliti bukan hanya karena sedang marak digunakan namun juga karena segi kemanfaatannya dalam pengajaran bahasa. Seperti, memberikan pengetahuan mengenai istilah baru yang sedang berkembang, membuat teks bacaan yang menarik untuk siswa (karena berisi sesuatu yang dekat dengan mereka), memberikan refleksi pada siswa mengenai keluasan bahasa, dsb.
           

REFERENSI

Alwasilah, A, Chaedar. 2003. Pokoknya Kualitatif: Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya

Barkker, Anton dan Zubair A Charris. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius

Biber, Douglas. 1995. Dimensions of register variation: a cross –linguistic comparison. Melbourne: Cambridge Uneversity Press

Kerlinger, F. N. 1978. Foundations of behavioral research (2nd ed.). New York: Holt, Rinehart, and Windston.


Monday, April 22, 2013

Pemahaman Sosiolinguistik bagi Guru Bahasa


            Pengajaran sekarang ini menggunakan pendekatan siswa sebagai pusatnya (student centered approach) bukan lagi guru (teacher centered approach). Walaupun demikian, guru tetap memiliki peranan yang vital dalam proses pembelajaran. Diantaranya adalah sebagai korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator (Djamarah, 2000: 43-48). Dengan kesadaran guru memiliki multiperan tersebut, hendaknya guru membekali dirinya dengan berbagai ilmu. Salah satunya, menurut penulis, adalah sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 2004:2). Oleh karena itu pemahaman sosiolinguistik ini sangat bermanfaat bagi seorang guru, terutama guru bahasa. Di sini, pemahaman sosiolinguistik bermanfaat bagi guru bahasa saat menyampaikan materi dan kontrol diri bertindak tutur pada saat pembelajaran.
Dalam menyampaikan materi, seorang guru berarti sedang berperan sebagai informator, korektor, informator, fasilitator, pembimbing, dan demonstrator. Di sini, sosiolinguistik memberikan bekal pada guru saat menjelaskan pemilihan ekspresi atau tuturan yang tepat berdasarkan berbagai hal, seperti: tingkat keformalan, situasi, lingkungan, lawan bicara, topik, dan konteks saat berbicara. Contoh sederhana dalam Bahasa Inggris adalah dalam penggunaan ekspresi ‘Good morning’ dan ‘Hi’. ‘Good morning’ digunakan saat menyapa orang yang lebih tua/lebih dihormati, atau dalam situasi formal. Misalnya saat menyapa guru atau menyapa hadirin dalam seminar. Guru perlu memahamkan siswa bahwa berbahasa itu tidak hanya perlu memperhatikan kelancaran (fluency) dan keakuratan (accuracy), namun juga perlu memperhatikan kepantasan (appropriateness). Selain itu, melalui materi yang disampaikan, guru juga bisa mengajarkan karakter, seperti kesopanan dan menerima perbedaan. Contoh sederhana: saat tidak mendengar apa yang diucapkan lawan bicara, dalam Bahasa Inggris tidak menggunakan kata ‘what’ (apa) tetapi big pardon, please (mohon maaf saya tidak dengar). Belajar menerima perbedaan seperti saat pemilihan Bahasa Inggris yang digunakan, Bahasa Inggris British kah (color) atau Bahasa Inggris Amerika (colour). Penting kiranya penanaman karakter ini mengingat negara Indonesia adalah negara yang multilingual.
Sedangkan pentingnya pemahaman sosiolinguistik dalam mengontrol tindak tutur guru pada saat pembelajaran ini berarti saat guru berperan sebagai korektor, inspirator, organisator, motivator, inisiator, pengelola kelas, mediator, dan evaluator. Maksudnya, guru sadar bahwa tuturannya akan berefek pada siswa. Guru memiliki pemahaman bahwa setiap proses komunikasi menyebabkan terjadinya peristiwa tutur (peristiwa bahasa) dan tindak tutur (tindak bahasa) dalam satu situasi tutur. Yang dimaksud peristiwa tutur ialah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu (Chaer, 1995: 61-62). Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Kalau dalam peristiwa tutur dilihat dari tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Dengan pemahaman ini guru dapat menge-set tuturannya agar memiliki imbas tertentu bagi siswanya atau menimbulkan respon yang diinginkan dari siswanya. Lebih lanjut Keraf (2001: 14) mengatakan bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita, dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Contoh: seorang guru memakai bahasa-bahasa jejaring sosial yang sedang berkembang dikalangan siswanya dengan maksud agar siswa merasa dekat dengannya, sehingga guru tersebut lebih mudah mengontrol siswanya. Hal ini karena bahasa memungkinkan tiap orang merasa dirinya terikat degan kelompok sosial yang dimasukinya  untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tinggi.