Wednesday, May 1, 2013

Alih Kode (Code Switching) dan Campur Kode (Code Mixing)


Oleh: Angesti Palupiningsih, S. Pd.

Sebagai makhluk sosial, berinteraksi menjadi suatu hal yang tidak terhindarkan bagi manusia. Dalam berinteraksi, bahasa dibutuhkan sebagai sarana berkomunikasi. Di masyarakat komunikasi ini bisa berlangsung dalam lebih dari satu bahasa. Apalagi di era pesatnya perkembangan alat komunikasi sekarang ini. Minimal setiap orang mampu berkomunikasi dalam dua bahasa, bahasa daerah dan bahasa nasional atau bahasa pertama dan bahasa kedua. Seseorang yang menguasai lebih dari satu bahasa sadar atau tidak akan terkena efek/akibat dari penggunaan 2 (atau lebih) bahasa tersebut. Beberapa diantaranya adalah gejala alih kode dan campur kode.
Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode (bahasa) ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur (Nababan, 1984:32).
Contoh:
Situasi  : Palupi dan Agung sedang menunggu dimulainya rapat.
Palupi   : Lima menit lagi rapat dimulai, tapi tumben sekali Pilar belum datang.
Agung   : Tapi dia tadi bilang mau datang.
Palupi   : Itu dia datang. Woi,,tumben je mepet le mangkat. Seko ngendi?
Pilar     : Mampir ngomah sikek.

Dalam situasi di atas Palupi beralih kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa saat berbicara dengan Pilar, karena mereka berasal dari daerah yang sama, yaitu Yogyakarta.
            Sedangkan campur kode, (code mixing) menurut Nababan (1984: 32), adalah peristiwa saat seseorang mencampur dua (atau lebih) bahasa dalam suatu tindak tutur. Jadi, penutur menyelipkan kata-kata dari bahasa lain dalam kalimatnya ketika sedang memakai suatu bahasa tertentu.
Contoh:
Anggi    : Tadi waktu kuliah Pak Lanjar, saya chatting dengan orang Lombok
Dina      : Kuliah kok malah chatting dengan orang Lombok.
Anggi    : Habisnya kuliah tadi membosankan. Materi tidak bisa ditampilkan karena laptop Pak Lanjar LCD-nya rusak, ditambah AC mati, membuat ruangan terasa panas.

Dalam percakapan Anggi dan Dina di atas, Anggi melakukan campur kode dengan menyisipkan kata-kata dalam bahasa asing (yang dicetak miring) dalam percakapannya yang memakai Bahasa Indonesia.
            Ada beberapa alasan mengapa orang melakukan alih kode atau campur kode. Seperti alasan solidaritas, penghormatan terhadap lawan bicara, sinyal keanggotaan (etnis), alih peran, mengutip, afektif, alasan metaporik, dan keterbatasan kosakata (Holmes, 1992). Dialog pertama di atas adalah contoh alasan sinyal keanggotaan, sedangkan dialog kedua adalah contoh alasan keterbatasan kosakata dalam bahasanya.

3 comments: